Mahasiswa Jepang benci saran atau usul

Kemaren adalah hari latihan bagi para mahasiswa yang akan maju seminar pertengahan penelitian. Dengan dihadiri oleh semua anggota lab, termasuk dua orang pak guru, dua orang mahasiswa mempresentasikan hasil penelitian (setengahnya). Tiap mahasiswa memakan waktu sekitar 45 menit untuk latihan itu. Pertanyaan juga datang dari mahasiswa sebagai simulasi pertanyaan yang mungkin terjadi di saat presentasi sebenarnya.

Yang mengherankan adalah saran dari pak guru yang isinya untuk memperbaiki tampilan deteksi protein (SDS PAGE) yang kurang jelas menjadi lebih jelas. padahal sampel sudah habis dan membuat sampel, memakan waktu yang lama. Saran lain lagi adalah memperbaiki grafik deteksi kadar poliphenol dengan menggunakan spektro. Deteksi dengan spektro sebenarnya tidak memakan waktu lama, yang memakan waktu lama adalah persiapan sampel itu.

Usai seminar, sang mahasiswa tadi tidak selesai selesainya memikirkan bagaimana memperbaiki tampilan dengan mengulang penelitian. Wow.. sungguh menakjubkan.. Padalah tadi yang diajukan pak guru adalah berupa saran, bukan perintah. Bisa saja toh, dia bilang, jika mungkin, nanti akan saya perbaiki. Tapi kalau nggak mungkin, ya mau bagaimana lagi pak.. Demikian kan yang biasa terjadi di mahasiswa kita. Saran adalah hanya sekedar angin lalu yang tidak perlu untuk diperhatikan.

Mahasiswa akan lebih senang pada saran yang datang ketimbang pertanyaan. Karena kalau saran, tidak mesti dilaksanakan. Sedangkan mahasiswa sini, paling sebel terhadap saran, karena setidaknya harus dilaksanakan. Hebat betul dia, sang perempuan itu. Sampai tadi malam aku pulang, dia masih berdiskusi dengan temannya gimana cara mengulang penelitian, sampai sampai, ada teman yang menawarkan bantuan.

Halah mbaak mbak.. nggak dilakukan aja nggak papa kok.. pusing pusing amat…

Itulah jepang.. seneng sekali memusingkan sesuatu yang terkadang menurut kita sederhana.